Kamis, 29 Mei 2014

Koefisien Distribusi

HUKUM  DISTRIBUSI NERNST

Jika zat pelarut ditambahkan ke dalam campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan terdistribusi diantara kedua fase sehingga perbandingan konsentrasinya adalah tetap.
Jika zat terlarut ditambahkan ke dalam pelarut tidak tercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut tetap berdistribusi di antara kedua lapisan dengan perbandingan konsentrasi tertentu.
Jika Co dan Ca adalah konsentrasi kesetimbangan zat dalam pelarut organik dan pelarut air, persamaan kesetimbangan menjadi :
                                   

Tetapan kesetimbangan dikenal sebagai perbandingan distribusi, koefisien distribusi atau koefisien partisi. Persamaan yang dikenal   dengan hukum distribusi. Hukum tersebut berlaku untuk suatu ekstraksi yang tidak dipengaruhi oleh adanya reaksi asosiasi maupun disosiasi.
faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi :
¢  Suhu
¢  Jenis pelarut
¢  Jenis terlarut
¢  Konsentrasi
Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas zat terlarut dalam satu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain diketahui, asalkan kedua pelarut tidak tercampur sempurna satu sama lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi diantaranya:
1.Temperatur yang digunakan.
Semakin tinggi suhu maka reaksi semakin cepat sehingga volume titrasi menjadi kecil, akibatnya berpengaruh terhadap nilai k.
2. Jenis pelarut.
Apabila pelarut yang digunakan adalah zat yang mudah menguap maka akan sangat mempengaruhi volume titrasi, akibatnya berpengaruh pada perhitungan nilai k.
3. Jenis terlarut.
Apabila zat akan dilarutkan adalah zat yang mudah menguap atau higroskopis, maka akan mempengaruhi normalitas (konsentrasi zat tersebut), akibatnya mempengaruhi harga k.
4. Konsentrasi
Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar pula harga k.Harga K berubah dengan naiknya konsentrasi dan temperatur. Harga k tergantung jenis pelarutnya dan zat terlarut. Menurut Walter Nersnt, hukum diatas hanya berlaku bila zat terlarut tidak mengalami disosiasi atau asosiasi, hukum di atas hanya berlaku untuk komponen yang sama. 

( Himaki , 2012 )

Distilasi Uap


Distilasi merupakan salah satu teknik utama untuk memurnikan cairan yang mudah menguap (volatil). Teknik ini yaitu pemanasan suatu bahan hingga menguap, kemudian uap didinginkan kembali menjadi cairan disebut distilat (Horwood et al, 2000).
            Distilasi uap terdiri dari campuran air dan senyawa yang tidak larut atau sedikit larut dalam air. Keuntungan dari distilasi uap adalah campuran dapat didistilasi pada temperatur dibawah titik didihnya. Biasanya distilasi ini digunakan untuk campuran dimana salah satu komponennya memiliki tekanan yang cukup besar pada temperatur 100o C, sedangkan tekanan uap komponen lain dapat diabaikan karena sangat kecil (Willcox & Willcox, 1995).
            Distilasi uap pada umumnya digunakan untuk memurnikan senyawa organik yang volatil, tidak tercampur dengan air, mempunyai tekanan uap yang tinggi pada 100C dan mengandung pengotor-pengotor yang non volatil. Adapun zat yang digunakan pada distilasi uap harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Sukardjo, 1999) :
1.      Tidak tercampur dengan H2O, tetapi dapat terbawa oleh uap H2O
2.      Selama distilasi zat tidak terdekomposisi atau terurai
3.      Memiliki massa molekul yang besar
4.      Pada suhu sekitar titik didih campuran memiliki tekanan uap yang cukup besar
Hukum fase Gibs, J. Willard Gibs pada tahun 1876 mendapatkan hubungan antara jumlah derajat kebebasan (F), jumlah komponen (C) dan jumlah fase (P) dengan persamaan:
F = C – P + 2
Derajat kebebasan merupakan jumlah terkecil variabel bebas (temperatur, tekanan, atau konsentrasi) (Willcox & Willcox, 1995).
            Distilat murni ditampung pada saat termometer suhu dalam telah konstan. Sebab pada saat temperatur konstan terjadi kesetimbangan antara fase cair dan fase gas. Menurut aturan fase Gibs kesetimbangan terjadi apabila derajat kebebasan (F) sama dengan nol. Komponen yang ada pada sistem ada dua yaitu air dan sampel, sedangkan fase ada tiga yaitu cair (air), cair (sampel), dan uap (uap air dan sampel). Karena tekanannya konstan maka variabel yang mempengaruhi hanya satu, sehingga persamaan untuk derajat kebebasannya yaitu: 
F = C – P + 1
F = 2 – 3 + 1 = 0
(Yustiani, 2012).



Azeotrop

Azeotrop merupakan campuran dari dua atau lebih larutan (kimia) dengan perbandingan tertentu , dimana komposisi ini tetap / tidak bisa diubah lagi dengan cara destilasi sederhana. Kondisi ini terjadi karena ketika azeotrop di didihkan, uap yang dihasilkan juga memiliki perbandingan konsentrasi  yang sama dengan larutannya semula akibat ikatan antar molekul pada kedua larutannya (Supriyono, 2011).   
Azeotrop positif
 Jika titik didih campuran azeotrop kurang dari titik didih salah satu larutan konstituennya, contoh campuran 95,63 etanol dan 4,37 % air, etanol mendidih pada suhu  78,4 OC sedangkan air mendidih pada suhu 100 OC, tetapi campurannya/azeotropnya mendidih pada suhu 78,2 OC (Supriyono, 2011).

Azeotrop Negatif
 Jika titik didih campuran azeotrop lebih dari titik didih konstituennya atau salah satu konstituennya. Contoh campuran asam klorida pada konsentrasi 20,2 % dan 79,8 % air. Asam klorida (murni) mendidih pada suhu -84OC, tetapi campuran azeotropnya memiliki titik didih 110OC (Supriyono, 2011).

 

1.      Pemisahan Senyawa Azeotrop dengan Teknik Pervaporasi

Pervaporasi adalah proses pemisahan menggunakan membran dimana suatu campuran cairan (umpan) yang kontak dengan membran  yang berada dalam tekanan atmosfer dan dimana permeatnya diubah menjadi uap karena tekanan rendah yang diberikan pada permeat (Mulder, 1996).
      perubahan fase permeat dari cair menjadi uap selama perpindahan bahan. Umpan dalam proses pervaporasi berfase cair (Rautenbach & Albercht, 1989).
      Penerapan pervaporasi adalah sebagai berikut  (Seader & Henley, 2006):
(a)  dehidrasi etanol,
(b)  dehidrasi alkohol organik, keton, dan ester,
(c)  pemisahan dari campuran organik dari a

Parameter – parameter yang mempengaruhi kinerja pervaporasi yaitu:
1.      Tekanan atas (upstream pressure)
Tekanan atas berhubungan dengan mekanisme transpor massa melalui membrane antarmuka. Hal ini akan mempengaruhi kondisi laju permeasi suatu tekanan uap jenuh (Huang & Feng, 1997).
2.      Tekanan bawah (downstream pressure)
Pengaruh tekanan bawah pada sisi permeat terhadap selektivitas tidak berubah secara signifikan oleh kenaikan tekanan bawah.
3.       Suhu
Selektivitas bergantung pada suhu umpan, selektivitas menurun dengan meningkatnya suhu (Smitha et al., 2004).
4.      Ketebalan lapisan
Menurut pernyataan sebelumnya, jika terjadi difusi umpan melalui membran merupakan tahap penentuan laju transfer.

Keunggulan
a.       Hemat energi dan dapat memisahkan campuran azeotrop dengan mudah
b.      Memungkinkan untuk dapat diaplikasikan untuk berbagai tujuan pemisahan
c.       Menghasilkan produk yang bebas kontaminan
d.      Tidak mencemari lingkungan
e.       Proses pengoperasian mudah
f.       Menghemat tempat
g.      Mudah untuk diinstalasi dalam pabrik

Contoh Teknologi Pervaporasi Untuk Dehidrasi Etanol Menggunakan Membran Zeolit NaA
Pervaporasi merupakan suatu proses pemisahan berbasiskan membran dimana pemisahan berdasarkan perbedaan afinitas komponen-komponen campuran terhadap membran. Pervaporasi efektif digunakan untuk memisahkan campuran azeotrop karena pemisahan tidak berdasarkan kesetimbangan uap-cair. Pada pervaporasi etanol-air, membran yang digunakan harus bersifat hidrofilik dan selektif. Saat ini membran zeolit banyak digunakan untuk pervaporasi etanol-air karena sifat hidrofilisitas dan daya tahannya yang baik (Permata, 2012)
Penelitian ini memiliki tujuan untuk memperoleh membran Zeolit NaA yang dapat digunakan untuk pervaporasi etanol-air. Selain itu, dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui kinerja dari membran Zeolit NaA yang diperoleh dalam pemisahan campuran etanol-air. Membran zeolit dibuat dengan proses sintesis hidrotermal dimana bahan baku zeolit yang berupa jel dikontakan dengan permukaan support dan dipanaskan. Parameter yang divariasikan antara lain adalah konsentrasi jel, metode sintesis, dan kondisi pervaporasi yaitu laju alir pada 300, 1000, dan 1500 cm3/menit serta temperatur pada 25, 40, dan 60 derajat C (Permata, 2012)
Pada percobaan ini dihasilkan membran zeolit NaA yang dapat digunakan untuk pervaporasi. Namun kinerja dan stabilitas membran belum memuaskan. Fluks dan selektivitas pervaporasi etanol dipengaruhi oleh laju alir dan temperatur operasi.
Pervaporasi adalah salah satu proses pemisahan dengan membran yang dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan kemurnian alkohol dari komposisi azeotropnya dengan kebutuhan energi yang rendah. Prinsip pemisahan pada pervaporasi adalah dengan memanfaatkan perbedaan solubilitas dan difusivitas komponen. Unjuk kerja pervaporasi diukur dengan fluks permeat dan selektivitas pemisahan.Membran yang digunakan pada proses pervaporasi alkohol-air adalah membran yang bersifat hidrofilik. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa membran CA/zeolit dapat digunakan sebagai membran pada proses pervaporasi campuran etanol-air dengan unjuk kerja yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja membran CA/zeolit dalam pemisahan campuran akohol-air dan mempelajari pengaruh temperatur operasi terhadap kinerja membran (Permata, 2012).
Percobaan yang dilakukan meliputi pembuatan membran, karakterisasi membran, dan proses pervaporasi. Larutan yang akan dipisahkan adalah campuran etanol-air, isopropanol-air, dan 2-butanol-air pada komposisi azeotrop. Komposisi etanol-air divariasikan pada 85%-v, azeotrop, dan 98%-v. Temperatur umpan pervaporasi berada pada rentang 40-60°C dengan tekanan pada sisi permeat sebesar 200 mbar. Polimer yang digunakan adalah selulosa asetat (CA). Modifikasi membran dilakukan dengan penambahan zeolit alam Malang sebesar 20%-b CA. Hasil percobaan menunjukkan bahwa penambahan zeolit alam Malang ke dalam membran CA dapat meningkatkan fluks sebesar 1,35-1,4 kali dan selektivitas sebesar 3,5-8,2 kali dibandingkan dengan membran CA homogen. Senyawa 2-butanol memiliki nilai selektivitas terbesar diikuti dengan isopropanol dan etanol (Permata, 2012).

2.      Pemisahan Senyawa Azeotrop dengan Metode Lain


Metode  Pemisahan  Komponen  Azeotrop dapat dipisahkan dengan beberapa metode, antara lain adalah:
1 . Pressure Swing Distillation
2.Extractive  Distillation
3. Penambahan zat ketiga


1.      Pressure Swing Distillation
Dalam pemisahan campuran propanol-ethyl acetate, digunakan metode pressure swing distillationPrinsip yang digunakan pada metode ini yaitu pada tekanan yang berbeda, komposisi azeotrop suatu campuran akan berbeda pula. Berdasarkan prinsip tersebut, distilasi dilakukan bertahapmenggunakan 2 kolom distilasi yang beroperasi pada tekanan yang berbeda. Kolom distilasi pertama memiliki tekanan operasi yang lebih tinggi dari kolom distilasi kedua. Produk bawah kolom pertama menghasilkan ethyl acetate murni sedangkan produk atasnya ialah campuran propanol-ethyl acetate yang komposisinya mendekati komposisi azeotropnya.
Produk atas kolom pertama tersebut kemudian didistilasi kembali pada kolom yang bertekanan lebih rendah (kolom kedua).Produk bawah kolom kedua menghasilkan propanol murni sedangkan produk atasnya merupakancampuranpropanol-ethyl acetate yang komposisinya mendekati komposisi azeotropnya.
Berikut ini gambar kurva kesetimbangan uap cair campuran propanol-ethyl acetate pada tekanan tinggi dan rendah. Bawah kolom kedua menghasilkan propanol murni sedangkan produk atasnya merupakan campuran propanol-ethyl acetate yang komposisinya mendekati komposisi azeotropnya. Berikut ini gambar kurva kesetimbangan uap cair campuran propanol-ethyl acetate pada tekanan tinggi dan rendah.Dari gambar pertama dapat dilihat bahwa feed masuk kolom pada temperatur 108,2 0C dengan komposisi propanol 0,33. Pada kolom pertama (P=2,8 atm), komposisi azeotrop yaitu sebesar 0,5 sehingga distilat yang diperoleh berkisar pada nilai tersebut sedangkan bottom yang diperolehberupa ethyl acetate murni.
Untuk memperoleh propanol murni, distilat kemudian didistilasi lagi pada kolom kedua (P=1,25atm). Distilat ini memasuki kolom kedua pada temperatur 82,60C. Komposisi azeotrop pada kolom kedua yaitu 0,38 sehingga kandungan propanol pada distilat berkisar pada nilai tersebut. Bottom yang diperoleh pada kolom kedua ini berupa propanol murni. Bila diperhatikan, titik azeotrop campuran bergeser dari 0,5%-mol propanol menjadi 0,38%-mol propanol. Jadi, dengan metode pressure swing distillation ini, dapat diperoleh propanol dan ethyl acetate dengan kemurnian  yang tinggi. Dan untuk lebih mengoptimasi proses, distilat keluaran kolom 2 dapat direcycle dan dicampur dengan aliran umpan untuk didistilasi kembali. 
2.      Extractive Distillation
Distilasi ekstraktif didefinisikan sebagai distilasi dalam kehadiran miscible, mendidih tinggi,komponen yang relatif non-volatile, pelarut, bahwa tidak ada bentuk azeotrop dengan komponenlain dalam campuran. Metode yang digunakan untuk campuran memiliki nilai volatilitas relatif rendah, mendekati kesatuan. Campuran tersebut tidak dapat dipisahkan dengan penyulingansederhana, karena volatilitas dari dua komponen dalam campuran adalah hampir sama, membuat mereka menguap pada suhu yang sama hampir pada tingkat yang sama, membuat penyulingannormal tidak praktis.Metode penyulingan ekstraktif menggunakan pemisahan pelarut, yang umumnya nonvolatil, memiliki titik didih tinggi dan miscible dengan campuran, namun tidak merupakan campuranazeotrop. Berinteraksi pelarut berbeda dengan komponen campuran  sehingga menyebabkan volatilitas relatif mereka untuk berubah. Hal ini memungkinkan campuran tiga bagian baru yang dipisahkan oleh distilasi normal. Komponen asli dengan volatilitas terbesar memisahkan keluarsebagai produk atas.
Produk bawah terdiri dari campuran pelarut dan komponen lainnya, yang sekali lagi dapat dipisahkan dengan mudah karena pelarut tidak membentuk sebuah azeotrop dengan itu. Produk bawah dapat dipisahkan oleh salah satu metode yang tersedia. Sangat penting untuk memilih pemisahan pelarut yang cocok untuk jenis distilasi.
Pelarut harus mengubah volatilitas relatif dengan selisih yang cukup lebar untuk hasil yang sukses. Kuantitas, biaya dan ketersediaan pelarut harus dipertimbangkan. Pelarut harus mudah dapat dipisahkan dari produk dasar, dan tidak harus bereaksi secara kimia dengan komponen atau campuran, atau menyebab korosi di dalam peralatan. Sebuah contoh klasik yang akan dikutip di sini adalah pemisahancampuran azeotrop benzena dan cyclohexane, di mana anilina adalah salah satu pelarut  yang cocok.

Drying Agent

Dry agent adalah bahan yang digunakan untuk menyerap komponen dari suatu campuran yang ingin dipisahkan.Adsorben adalah bahan-bahan yang sangat berpori, dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau pada daerah tertentu di dalam partikel itu.
Bukti secara eksperimental : diamati pada jarum manometer
Bukti secara teori : digunakan Aturan Fase Gibbs :
F = C – p + 1 ( T tetap )
Sebelum terjadi reaksi :
F = C – P + 1
F = 2 – 2 + 1                                        C = 2 ( CuSO4 anh dan air  )
   = 1 ( Tekanan dapat naik )                P = 2 (solid 1 dan solid 2 )
Selama terjadi reaksi :
F = C – P +  1 ( P konstan )
                          =  2 – 3 + 1                                        C = s – r  = 3 – 1 = 2
                          = 0                                                     P = 3 ( solid 1 , solid 2 dan gas )

1.     Bagaimana cara memilih “Dry Agent” yang Baik
Memilih Drying Agent yang baik adalah Drying Agent yang:
1.      Efektif
Dengan penambahan sedikit drying agent yang cocok, dapat menyerap banyak pelarut.
2.      Efisien
Efisiensi diukur dengan intensitas, kapasitas dan kecepatan yang sangat bervariasi dari satu pelarut. Kapasitas yang mengacu pada angka maksimum mol air dapat diikat oleh zat pengering(n). Parameter lain yang penting adalah efisiensi, yang mengacu pada jumlah air yang tersisa dalam larutan organik setelah proses pengeringan selesai (e).
Keadaan setelah seluruh CuSO4 anhidrat bereaksi dengan uap air P akan naik lagi demikian seterusnya.Bila P uap air ditambaha terus, P terus naik karena CuSO4.5H2O tidak dapat menyerap lagi.
Kesimpulan : Untuk setiap tahap,kristal hidrat mempunyai P uap tertentu
Garam
P uap / mmHg
MgSO4.H20
1
MgSO4.2H20
2
MgSO4.4H20
5
MgSO4.5H20
9
MgSO4.6H20
10
MgSO4.7H20
11,5
2CaSO4.10H20
0,004
Cara memilih Pengering yang baik :

1.Pilih pengering dengan P uap hidrat pertama yang terendah. Efektivitas tinggi. Misal 2CaSO4.H20. Tetapi perhatikan,misal ada 100 mL campuran yang mengandung air 9 g ingin dikeringkan sebaikbaiknya dengan memakai 2CaSO4.H20
2CaSO4 + H20                  2CaSO4.H20
·         9 g air = 9 / 18 = 0,5 mol sebanding dengan 1 mol CaSO4 = 136 g
·         CaSO4 sebanyak 136 g dalam 100 mL campuran          tidak efisien
Jadi, pertama-tama pergunakan dahulu pengering yang mempunyai efisiensi tinggi   (kapasitas besar ),yaitu yang mempunyai jumlah hidrat terbesar.

Amalgam dan Alloy

AMALGAM


Amalgam adalah jenis logam campur yang khusus mengandung merkuri sebagai salah satu konstituennya. Karena merkuri bersifat cair dalam suhu kamar, merkuri dapat dicampur dengan logam lain yang padat. Proses amalgamasi modern dimulai di klinik ketika tetesan merkuri dikeluarkan dari sebuah ruang tertutup dalam kapsul, ke dalam ruang lain yang mengandung amalgam, kedua komponen tersebut diaduk bersama dengan alat amalgamator . Proses amalgamasi berlanjut sementara segmen-segmen massa plastis terkondensasi di bawah tekanan yang kuat terhadap dinding gigi-gigi yang sudah dipreparasi, atau jika ada, terhadap pita matriks. Reaksi berlanjut selama proses manipulasi di dalam mulut berkurang dalam waktu beberapa menit ketika amalgam gigi mulai meningkat kekuatan dan kekerasannya. Walaupun reaksi dapat berlangsung beberapa hari, amalgam gigi sudah cukup kuat untuk menerima tekanan gigi yang sedang dalam waktu beberapa jam saja. (Anusavice,2004).
Dental amalgam merupakan bahan tumpatan yang sering digunakan di kedokteran gigi. Pertama diperkenalkan di Perancis pada awal 1800-an, berisi campuran air raksa dengan setidaknya satu logam lainnya. Amalgam telah menjadi metode restoratif pilihan selama bertahun-tahun karena biaya rendah, kemudahan aplikasi, kekuatan, ketahanan, dan efek bakteriostatik. Tetapi idealnya tumpatan yang kita pakai jangan menggunakan amalgam lagi. Hal ini dihubungkan dengan insiden tingkat merkuri yang ada di dalam darah kita, seperti kita ketahui salah satu komponen dari tumpat amalgam dalam bahan ini menggunakan campuran dengan bahan merkuri (Anusavice,2004).
Dental amalgam adalah bahan tambalan yang paling banyak digunakan untuk gigi posterior . air raksa yang dicampur yang dengan puder alloy untuk mendapatkan bahan eplastis yang kemudian dimasukkan kedalam kavitet preparasi. Amalgam yang telah set atau mengeras lebih kuat dari semua jenissemen ggi yang ada serta semua bahan tambalan gigi anterior. alloy yang dipakai bersama dengan mercury untuk keperluan kedokteran gigi diebut dental amalgamalloy. Sebenarnya tidak benar sebab bahan tersebut bukanlah alloy amalgam tetapialloy dari mana dapat dihasilkan suatu amalgam ( Combe,1992).

v  Komposisi (Anusavice,2004) :
Amalgam adalah bahan tambal berbahan dasar logam, di mana komponen utamanya:
-  liquid yaitu logam merkuri
- bubuk  yaitu logam paduan yang kandungan utamanya terdiri dari perak,timah, dan tembaga.

v  2 tipe amalgam (Anusavice,2004) :
1.              Konvensional
Kandungan konstitusi dasar :
o    Silver 67-74%
o   Tin 25-27%
o    Kuprum 0-6%
o   Zinc 0-2%
2.      Kaya akan kuprum
o   Silver 69%
o    Tin 17%
o    Kuprum  13%
o   Zinc 4%


v  Manipulasi Amalgam (Combe,1992) :
a.       Perbandingan alloy/mercury
ü  Menggunakan perbandingan alloy dan mercury 5:7 atau 5:8.Kelebihan mercury mempermudah triturasi dan dapat diperoleh hasilcampuran yang plastis. Sbelum bahan dimasukkan kdalam kavitet,kelebihan mercury diambil dengan cara memerasnya dlam kain kassa

ü  Minimal mercury techniques ( eames techniques ), dimana mercury dan alloy ditimbang dalam jumlah yang sama, tidak perlu dilakukan pemerasan mercury sebelum dilakukan kondensasi. Metode pencampuran secara mekaniss. 
b.      Triturasi.
ü  Pencampura manual dengan menggunakan mortar dan pastel.ii.
ü  Pencampuran secara mekanis
c.       Kondensasi
Kondensasi adalah proses memasukkan bahan restorasi amalgam kedalamkapitas. Bahan hendaknya dikondenasi segera mungkin setelah pencampuran.
d.      Trimming dan carving
Bila kavitas diisi terlalu banyak maka bagis atas yang kaya akan mercury dapat dibuat dan tambalan dibentuk sesuai dengananatomisnya.amalgam yang diperbuat dari serbuk alloy yang kasar lebihsukar mengukirnya karena kepingan alloy yang agak besar dapat tertarik oleh instrument dari permukaan. Apabila dikehendaki pengukiran yangmudah, dapat dipergunakan alloy spheris
e.        Pemolesan
Amalgam konvensional baru dapat dipoles palng cepat 24 jam setelah penambalan, yaitu setelah tambalan cukup kuat. Amalgam yang diperbuatdari alloy kaya kuprum lebih cepat mendapatkan kekuatannya, disebutkan bahwa bahan ini dipoles tidak lama setelah penambalan
v Syarat Amalgam yang Baik (Combe, 1992) :
ü  .Biokompatibel terhadap rongga mulut ( tidak mengiritasi, tidak toksik, tidak allergen, stabil dalam suhu rongga mulut, dan lain-lain) 
ü  Mudah dimanipulasi
ü  Tahan lama ( mampu bertahan lama dalam lingkungan rongga mulut)
ü  Mempunyai tensile dan compressive strength yang cukup kuatterutama untuk gigi-gigi yang memiliki beban kunyah yang besar 

v Kelebihan dan Kekurangan Amalgam (Combe,1992) :

Kelebihan
ü  Dapat dikatakan sejauh ini amalgam adalah bahan tambal yang paling kuat dibandingkan dengan bahan tambal lain dalammelawan tekanan kunyah, sehingga amalgam dapat bertahandalam jangka waktu yang sangat lama di dalam mulut (pada beberapa penelitian dilaporkan amalgam bertahan hingga lebihdari 15 tahun dengan kondisi yang baik) asalkan tahap-tahap penambalan sesuai dengan prosedur. 
ü  Ketahanan terhadap keausan sangat tinggi, tidak seperti bahan lain yang pada umumnya lama kelamaan akan mengalami auskarena faktor-faktor dalam mulut yang saling berinteraksiseperti gaya kunyah dan cairan mulut.
ü  Penambalan dengan amalgam relatif lebih simpel dan mudahdan tidak terlalu ‘technique sensitive´ bila dibandingkan denganresin komposit, di mana sedikit kesalahan dalam salah satutahapannya akan sangat mempengaruhi ketahanan dan kekuatan bahan tambal resin komposit.
ü  Biayanya relatif lebih rendah dan dapat disimpan lebih lama jikadibandingkan dengan bahan restorasi lainnya.

Kekurangan
ü  Secara estetis kurang baik karena warnanya yang kontrasdengan warna gigi dan juga mudah mengalami perubahanwarna (tarnish) sehingga tidak dapat diindikasikan untuk gigidepan atau di mana pertimbangan estetis sangat diutamakan

ü  Dalam jangka waktu lama ada beberapa kasus di mana tepi-tepi tambalan yang berbatasan langsung dengan gigi dapatmenyebabkan perubahan warna pada gigi sehingga tampak membayang kehitaman.
ü  Pada beberapa kasus ada sejumlah pasien yang ternyata alergidengan logam yang terkandung dalam bahan tambal amalgam.Selain itu, beberapa waktu setelah penambalan pasien terkadang sering mengeluhkan adanya rasa sensitif terhadaprangsang panas atau dingin. Namun umumnya keluhan tersebuttidak berlangsung lama dan berangsur hilang setelah pasiendapat beradaptasi.
ü  Hingga kini issue tentang toksisitas amalgam yang dikaitkan dengan merkuri yang dikandungnya masih hangat dibicarakan.Pada negara-negara tertentu ada yang sudah memberlakukan larangan bagi penggunaan amalgam sebagai bahan tambal.
ü  Adanya korosi berlebihan dapat menyebabkan peningkatan porositas, penurunan integral marginal, berkurangnya kekuatan, dan pelepasan produk-produk metal dalam lingkungan rongga mulut. Galvanic korosi jiga bisa dapatterjadi yaitu korosi yang terjadi apabila amalgam berkontak dengan bahan restorasi lainnya, misalnya emas, amalgamkonvensional, alloy prostodonti, dan lainnya

ALLOY

Alloy adalah suatu bahan yang diproses dengan cara mencampur beberapa jenis logam untuk menjadi bahan baru melalui proses peleburan pada suhu tinggi. Tujuannya adalah untuk mencari sifat bahan baru yang memiliki sifat lebih unggul dari pada sifat unsur logam murninya. Alloy dapat diklasifikasikan berdasarkan kelarutannya,yang homogen (terdiri dari satu fase), dan heterogen (terdiri dari dua atau lebih fase). Perbedaan dari fase tunggal dan fase multi juga dapat membedakan kekuatan korositas.

Sistem Biner Alloy
Ketika dua logam cair dicampur, mereka biasanya membentuk larutan. Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen sempurna. Pada pendinginan larutan seperti itu, satu dari tiga hal yang mungkin terjadi:
a)      Larutan padat dapat terbentuk,
b)      Kedua logam mungkin sama sekali tidak larut dalam keadaan padat, meskipun hal ini jarang terjadi,
c)      Mungkin ada kelarutan padat parsial. Selain itu,atau alternatif senyawa intermetalik mungkin terbentuk.
Jenis Larutan Padatan
Larutan padat substitusional : atom solute menggantikan atom solvent dalam struktur kisi;
Syarat :
1.      struktur kristal harus sama;
2.      diameter atom mendekati sama (perbedaan maksimum 15 %);
3.      afinitas kimianya harus kecil.

·         Salah satu contoh alloy
-       Kuningan :
·         Unsur utama : tembaga (Cu)
·         Unsur pemadu : seng (Zn)
·         Unsur pemadu : tembaga (Cu) , magnesium (Mg), mangan (Mn)
Sifat Kuningan
Sama dengan tanpa alloy, tetapi dengan tingkat yang berbeda :
·         Daya hantar listrik dan panas menurun
·         sulit ditempa, tetapi kekuatan dan
·         Kekerasannya lebih baik,


·         Ketahanan terhadap korosi menurun